Setiap pagi kularutkan mimpi mimpi semalam. Kubiarkan mengeruh mengendap dicangkirku
Kuseduh kopi, kuaduk perlahan. Kupandangi harapan harapan yang mengeruh dicangkirku
Selalu kutemukan cintamu di geletar embun pagi, pucuk pohon tinggi, dan dasar ampas kopi yang tandas kusesapi.
pagi ini, aku mengunjungi sebuah kedai. membeli aroma kopi dan harum roti. mengunjungi yang terbiar di kepala, sebuah lalu
Berburu waktu, kopi terakhir ku persembahkan pada malaikat tartarus. Cukup sehari asal bersamamu dalam mimpi ku
Hujan dan secangkir kopi dalam genggaman; aku siap bercakap-cakap dengan kenangan.
angin. kabut yang menyelinap di jantung. samar bau kopi basi di cangkir retak. genggamlah, tuan. sebab ini pun, puisi.
Seperti secangkir kopi; kesedihan terlalu rakus untuk ditenggak sekaligus.
di hitam matamu, kekasih, pagi kubayangkan sebagai larik-larik puisi; juga harum aroma kopi
Di kedai kopi itu, aku ingat, suatu hari saat kesendirian kita bersua. Setelahnya, cangkirku tak pernah terasa pahit lagi.
Bungkuskan aku harmoni, yang kau kerat dari secangkir kopi. Sebagai bekal pengingat, kecap manis didalam pahit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar